GadgetSquad – Ambisi XL Axiata (XL) untuk menjadi operator terdepan, dalam bisnis digital semakin mengelora. Dalam upaya menjadi yang terdepan, XL Axiata kembali membuat gebrakan.

Gebrakan tersebut diwujudkan dengan keikutsertaan XL dalam
pembangunan Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL) yang menghubungkan Australia dengan Singapura melalui perairan Indonesia.

Dalam proyek ini, XL turut serta sebagai landing partner, administrator, dan perwakilan SKKL Australia-Indonesia-Singapore di Indonesia.

Proyek pembangunan SKKL akan menyediakan akses alternatif internet dari Indonesia ke jaringan global melalui Australia, di mana Anyer di wilayah Banten sebagai titik pendaratan (landing point).

Dian Siswarini, Presiden Direktur & CEO of XL Axiata, menjelaskan, keingin besar XL untuk menjadi raja digital.

“Ikut ambil bagian dalam proyek ini (SKKL), menjadi salah satu langkah untuk mewujudkan cita-cita tersebut,” terang Dian dalam sambutannya.

Selain itu, Dian menjelaskan, rute alternatif melalui Australia yang saat ini masih sangat terbatas, juga akan mengurangi ketergantungan terhadap Singapura yang hingga saat ini merupakan jalur utama untuk menyalurkan trafik dari Indonesia ke jaringan global dan rawan dengan gempa bumi.

Nantinya kabel laut yang dikerjakan oleh Alcatel Submarine Network (ASN) ini, akan membentangkan kabel sepanjang 4.600 km. Proyek yang diiventasikan sebesar USD 170 juta ini kondisinya sekarang masih berjalan dan siap untuk beroperasi pada kuartal ketiga tahun 2018.

Dengan kapasitas mencapai 30Tb untuk jalur Jakarta dan Singapore serta 20 Tb antara Jakarta – Perth, berarti SKKL ini mampu menyediakan kapasitas hingga 6 kali lipat dari total kapasitas jaringan internasional dari Indonesia yang ada saat ini.

Disebutkan ketersediaan kapasitas/bandwidth yang sangat besar ini tentunya juga akan dapat dinikmati pelanggan XL Axiata, termasuk pelanggan korporasi dan penyedia jasa layanan internet di Indonesia.

Dengan bertambahnya ketersediaan kapasitas bandwidth melalui SKKL Australia-Indonesia-Singapore ini akan memberikan dampak yang signifikan, terutama dalam struktur biaya akses internasional melalui rute selatan antara Indonesia dan Australia menuju Amerika yang saat ini masih terbatas.