GadgetSquad.ID – Disaat banyak pelaku di sektor Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) menghadapi tantangan dari disrupsi teknologi, ancaman lain datang dari wabah Covid-19/Corona.
Dengan kondisi tersebut tidak heran jika ada yang berkomentar jika industri TIK di Indonesia, saat ini bisa dikatakan sedang dilanda “badai”.
Pertanyaannya saat ini mampukah para pelaku industri TIK di Tanah Air menghadapi tantangan tersebut?
Dalam diskusi bertajuk “Nasib Industri Telko di Tengah Disrupsi Teknologi dan Covid-19”, berbagai masukan hadir demi kelangsungan industri TIK di Tanah Air.
Founder IndoTelko Forum Doni Ismanto Darwin melihat bagi pemain TIK, pencegahan penyebaran dampak Covid-19 bisa mendatangkan peluang usaha tetapi juga ancaman bagi pelaku usaha di sektor tersebut.
Lebih lanjut Doni menuturkan, tantangan yang harus dihadapi oleh pemain TIK di tengah Covid-19 adalah soal suplay chain global khususnya untuk infrastruktur yang banyak tergantung dengan Tiongkok.
“Pemain besar infrastruktur jaringan itu kalau tidak dari Tiongkok, pabriknya ada di sana. Adanya pembatasan pergerakan manusia tentu berakibat bagi operator dalam upgrade kualitas untuk jaringannya, minimal untuk mendatangkan ahli asing,” ungkapnya.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Federasi Teknologi Informasi Indonesia (FTII) Andi Budimansyah, mengungkapkan, lonjakan penggunaan internet pasca-anjuran bekerja dan sekolah dari rumah akibat Covid-19, merupakan bentuk tanggung jawab operator seluler untuk tetap bisa melayani masyarakat.
“Dalam kondisi seperti sekarang ini, semua butuh internet dan internet butuh infrastruktur telekomunikasi. Untuk menghadapi Covid-19, perlu regulasi sederhana yang cepat dengan biaya yang wajar.”
“Jangan ada biaya-biaya yang membebani sampai ke tingkat Pemerintah Daerah. Karena tanpa operator telekomunikasi, kita tidak bisa melayani kebutuhan internet untuk bekerja dan sekolah dari rumah,” tegas Andi
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi, menyebut penyebaran Covid-19 memang akan memberikan dampak bagi perekonomian negara dan industri TIK Indonesia.
Namun jika dilihat dari sisi positif, Covid-19 juga membuka peluang bagi operator seluler karena peningkatan penggunaan internet, aplikasi, dan kecerdasan buatan untuk mempermudah kebutuhan manusia.
Heru juga mengingatkan, tahun 2020 akan sangat menantang bagi industri TIK karena faktor disrupsi teknologi dan Covid-19.
“Disrupsi teknologi mengubah banyak hal dari sisi bisnis, kompetisi, adopsi dan inovasi teknologi, sampai kultur dan struktur organisasi perusahaan. Jumlah wisatawan akan menurun dan investasi asing juga. Bagaimana mau mikir investasi, kalau setiap negara mikir rakyatnya sendiri. Diperlukan visi dan kepemimpinan inovasi dan adopsi teknologi serta transformasi,” ujarnya.
Pengamat Telekomunikasi Kamilov Sagala mencatat dampak langsung Covid-19 bagi pelaku TIK, yakni akan keterlambatan pasokan perangkat jaringan. Dampak selanjutnya adanya potensi naiknya biaya belanja modal.
“Dampak terbesar atas kondisi saat ini bagi operator adalah, potensi naiknya biaya belanja modal infrastruktur jaringan dan operasional maintenance untuk mempertahankan layanan 7×24. Karena itu perlu diberikan insentif bagi operator, misal penundaan implementasi validasi IMEI ponsel yang butuh investasi besar ,” kata Kamilov.
Analis Pasar Modal Reza Priyambada menambahkan, merebaknya Covid-19 otomatis akan berdampak pada emiten dari sektor TIK tahun ini.
“Industri TIK sempat membaik tahun 2019 lalu, setelah pada 2018 terjadi penurunan kinerja emiten telekomunikasi. Tahun ini juga masih ada potensi yang menjanjikan di pertumbuhan konsumsi layanan data serta peningkatan smartphone yang semakin besar, perbankan, dan infrastruktur B2B,” ujar Reza.
Sementara pengamat Telekomunikasi Mastel Nonot Harsono, menilai Covid-19 juga bisa memberikan hikmah bagi operator seluler di Indonesia. Diprediksinya, wabah virus Corona ini akan menunda rencana sejumlah investasi besar dari pemain asing seperti Facebook dan Google di Indonesia.
“Keduanya sempat melakukan pendekatan ke pemerintah dengan iming-iming akan membangun infrastruktur digital. Padahal kalau mereka berdua masuk, akan mematikan bisnis operator seluler nasional yang memperoleh pendapatan dari berjualan paket data semata,” kata Nonot.
Nonot mengharapkan pemerintah memiliki kesadaran untuk mengelola disrupsi yang tengah terjadi agar yang terjadi transformasi positif di industri TIK.
“Disrupsi bukan harus dipuja tetapi dikendalikan menjadi transformasi yang positif dengan pelaku industri nasional. Jangan sampai bunuh-bunuhan. Kalau mereka (asing) bisa masuk dengan keyword investasi, ya akhirnya mematikan,” imbuhnya.