GadgetSquad.ID – Jika ada anggapan fintech, menjadi salah satu bisnis atau industri yang begitu mengeliat di era digital, rasanya pernyataan tersebut tidak salah.
Karenanya, tak heran jika fintech diprediksi akan punya peran penting dalam pemulihan ekonomi dunia, termasuk Indonesia.
Bahkan, Presiden Joko Widodo menyatakan harapannya, bahwa keberadaan fintech akan turut mendorong Indonesia menjadi negara dengan ekonomi terbesar ke-7 di dunia tahun 2030.
Menurut Bhima Yudhistira, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), maraknya fintech saat ini akan mengakibatkan massifnya transaksi non tunai. Ketika transaksi non-tunai semakin umum bagi kalangan masyarakat, maka akan muncul bisnis-bisnis baru di industri ini.
“Jadi semakin cashless akan terjadi efisiensi dan terus muncul bisnis-bisnis digital. Ini akan menciptkaan tenaga kerja yang lebih besar lagi dan tentunya mendorong ekonomi Indonesia,” kata Bhima saat diskusi virtual bertajuk ‘Peran Fintech Dorong Ekonomi Digital Indonesia’ yang digelar Forum Wartawan Teknologi (FORWAT).
Jika merujuk data riset CEIC, Indonesia menjadi negara kedua terbesar di kawasan Asia Tenggara dengan perputaran uang kartal dan giral dengan nilai US$1,5 triliun pada tahun 2020.
Di posisi puncak ada Singapura yang memiliki perputaran uang sebesar US$2,3 triliun pada periode yang sama.
Perputaran uang itu dilakukan dengan berbagai bentuk transaksi antara lain bank tradisional, uang tunai, pemerintah, perusahaan fintech, e-money, serta digital bank.
Di Tanah Air sendiri, saat ini cukup banyak “pemain” yang mengadu nasib di industri fintech, salah satunya adalah OY! Indonesia.
Mulai terbentuk sejak tahun 2017, OY! Indonesia, menyebut layanannya sebagai money movement yang memfasilitasi semua proses keuangan, mulai dari kebutuhan sehari-hari individu hingga kebutuhan bisnis di antara beberapa institusi, mulai dari berbagai bank komersial, bank digital, P2P Lending, e-money, dan perusahaan fintech lainnya.
Menariknya lagi ternyata, OY! Indonesia merupakan startup fintech yang memadukan antara sistem online dengan offline.
Pada kesempatan yang sama, Jesayas Ferdinandus, Chief Executive Officer (CEO) OY! Indonesia bertutur, sebagai salah satu negara dengan perputaran uang yang sangat besar, Indonesia itu unik.
“Perputaran uangnya itu lewat beragam media. Ada yang digital dan ada pula yang cash. Kami melayani transaksi keduanya. Boleh dibilang, kami adalah aggregator dari sumber keuangan,” terang Jesayas Ferdinandus.
Jesayas melanjutkan, ada alasan mengapa pihaknya membantu menghadirkan layanan untuk transaksi tunai. Berdasarkan data yang dimiliki, sebanyak 85% transaksi di Indonesia masih menggunakan cash.
Meski banyak UMKM yang mencoba menjual barang secara online, faktanya masih banyak di antara mereka yang melakukan transaksi menggunakan cash.
“UMKM itu walaupun mencoba jualan online, transaksi mereka masih banyak yang cash. Kami ingin support mereka. Oleh sebab itu, kami tidak hanya memberikan layanan untuk sistem online saja,” tegasnya.
Sudah banyak perusahaan teknologi yang telah memanfaatkan teknologi pengelolaan money movement di OY! Indonesia, salah satunya KoinWorks.
Jonathan Bryan, Chief Marketing Officer KoinWorks menyebut keberadaan OY! Indonesia sangat membantu dalam pengelolaan keuangan.
“Mungkin bisa dibayangkan, kita punya 1 juta customer. Kita harus transfer yang nominalnya tidak hanya Rp10 juta saja, bisa lebih dari itu. Atau untuk pengembalian kepada costumer. Bayangin kalau transaksi itu harus dilakukan tim finance kita. Itu imposible. Dengan teknologi yang dipunya OY! Indonesia kita tak perlu approval dari atasan,” jelasnya.
Bhima menganggap, keberadaan platform seperti OY! Indonesia, mampu memberikan efisiensi di industri fintech di tengah ramainya pelaku teknologi finansial.
“Dengan demikian, diperlukan kolaborasi antara perusahaan fintech. Jika tidak, akan sulit untuk bertahan di industri yang massif ini,” tukasnya.