GadgetSquad.ID – Apakah bisnis satelit dengan segala tantangannya masih sangat “cuan”? Yup walau gak mudah, bisnis satelit di Indonesia masih menjanjikan.

Setelit Geostationary Earth Orbit (GEO) menjadi salah satu lahan yang menjanjikan untuk digarap lebih jauh.

Satelit GEO adalah yang paling jauh, yakni
mengorbit pada ketinggian sekitar 35.000 km dari permukaan bumi

Seperti apa prospeknya serta dinamika satelit GEO, khususnya di industri telekomunikasi?

Dalam diskusi bertema “Menatap Masa Depan Bisnis Satelit GEO di Industri Telekomunikasi Indonesia”, yang dihelat Indotelko Forum, semua rasa penasaran tersebut coba diulas.

Founder IndoTelko Forum Doni Ismanto mengatakan, bicara mengenai satelit tak bisa terlepas dari slot orbit karena pertumbuhan jumlah satelit harus mempertimbangkan juga pengelolaan slot orbit.

“Sekali kita melepas slot orbit atau tidak memanfaatkan slot orbit, kerugian besar bagi bangsa ini,” kata Doni.

Terkait peluang ekonomi, M Ridwan Effendy Dosen ITB, Kelompok Keahlian Telekomunikasi, menuturkan, untuk mendorong bisnis satelit di RI, pemerintah perlu melakukan beberapa hal.

Misal pertama, dengan memberikan peluang kepada swasta dan BUMN untuk menyediakan komunikasi satelit geostasioner, karena satelit GEO masih dibutuhkan, Pembanguannya bisa dengan isentif berupa dana universal service obligation (USO) dan APBN.

Kemudian, dengan membentuk satelit nasional milik Indonesia dan asing dengan akses ke NMS (monitoring). Selanjutnya, gateway berada dalam yuridiksi Indonesia.

Sementara itu, mantan Ketua ASSI Periode 2005-2011 Tonda Priyanto menyebutkan, di Asia Pasifik, pertumbuhan bisnis satelit sangat tinggi terutama di India, didorong oleh penggunaan konektivitas global, meningkatnya peluncuram satelit LEO, serta meningkatnya peluncuran satelit internet untuk pertahanan.

“Untuk Indonesia, satelit menjadi bagian “complimentary solutions” jaringan telekomunikasi, jadi GEO dan LEO bisa saling melengkapi sesuai dengan kebutuhannya, ” kata Tonda.

Tonda menambahkan, terdapat beberapa aspek agar bisnis satelit di RI bisa sukses. Antara lain, dinamika pasar dan model bisnis satelit, kemitraan dan kolaborasi, aspek regulasi hingga talenta dalam negeri dan internasional.

“Talenta tidak hanya dari sisi teknis tapi juga kepemimpinan atau leadership yang punya visi jangka panjang dan global,” katanya.

Dari sisi tantangan Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi menyebutkan, Indonesia memiliki satelit terbanyak di Asia Tenggara dengan 18 satelit hingga Juni 2023. Disusul Singapura 15 satelit.

Saat ini Indonesia baru memiliki beberapa satelit operasional untuk melayani kebutuhan telekomunikasi dan penyiaran, sehingga hal ini menjadi tantangan agar perkembangan satelit RI tak kalah dari satelit asing.

Satelit asing digunakan di Indonesia untuk mendukung penyediaan layanan satelit yang belum sepenuhnya dapat dipenuhi oleh kapasitas satelit nasional.

“Penggunaan Satelit Asing di Indonesia wajib memiliki Hak Labuh Satelit dan wajib memenuhi sejumlah ketentuan tertentu,” katanya. Tentunya ini jadi tantangan dari sisi regulasi agar satelit asing tak memiliki “pangsa pasar” besar pada slot orbit RI.

Heru melanjutkan, teknologi satelit masih dibutuhkan Indonesia untuk mengisi ”sinyal” internet broadband yang tidak terjangkau dan belum terlayani teknologi seluler dan kabel serat optik, serta menjadi backup.

Untuk itu, alokasi slot orbit satelit harus dilakukan secara berhat-hati dan diberikan pada penyelenggara yang memiliki kemampuan finansial cukup dan memaksimalkan penggunaan slot orbit satelit ke depannya.

Sebagai tambahan, saat ini di Indonesia terdapat satelit Geostationery Orbit (GEO) dan Low Earth Orbit (LEO). Dari sisi jarak, satelit GEO lebih tinggi orbitnya ketimbang LEO.

Satelit GEO menawarkan kestabilan posisi yang unggul dengan kapasitas transponder yang besar yang ideal untuk melayani wilayah geografi Indonesia yang luas.