TikTok, platform terdepan di dunia untuk distribusi video singkat, memperkuat komitmennya untuk menghadirkan lingkungan internet yang aman dan nyaman bagi pengguna dengan terus menyempurnakan kebijakan keselamatannya. Hal ini salah satunya dilakukan melalui proyek global untuk memahami dengan lebih baik tentang keterlibatan remaja terhadap tantangan dan hoax berbahaya. Proyek ini melibatkan survei terhadap 10.000 remaja, guru, dan orang tua di Argentina, Australia, Brazil, Jerman, Italia, Meksiko, Inggris, Amerika Serikat, Vietnam, dan Indonesia, serta berkolaborasi dengan para ahli untuk merilis hasil studi dan mengulas kembali kebijakan keselamatan remaja di TikTok.

Studi ini disusun oleh Dr Zoe Hilton, Direktur dan Pendiri Praesidio Safeguarding, Badan Safeguarding Independen untuk menangkap berbagai temuan dan rekomendasi utama, yang selanjutnya dikembangkan melalui diskusi panel bersama 12 pakar keselamatan remaja terkemuka untuk meninjau dan memberi saran serta masukan pada laporan tersebut. Selain itu, TikTok juga bekerjasama dengan Dr. Richard Graham, seorang Psikiater Klinis Anak yang fokus pada perkembangan remaja yang sehat, dan Dr. Gretchen Brion-Meisels, seorang ilmuwan perilaku yang fokus dalam pencegahan risiko pada masa remaja untuk membimbing dan memberikan masukan dalam penelitian ini.

Hasil studi ini memperlihatkan bagaimana remaja pengguna TikTok memandang tantangan dan hoax yang ada di platform, di mana 54% dari responden di Indonesia menganggap tantangan baru-baru ini termasuk menyenangkan, 27% merasa tantangan itu berisiko tapi masih aman, 14% menganggap tantangan yang ada itu berbahaya, sementara 3% berpikir sangat berisiko.

Yang melegakan, hanya 2% dari responden remaja yang mengaku mengambil bagian dalam tantangan tersebut. Ada beberapa cara yang mereka pertimbangkan, antara lain dengan melihat video lainnya terlebih dahulu, membaca komentar-komentar, dan membahasnya dengan teman. Panduan untuk remaja terkait bagaimana cara menilai potensi risiko juga menjadi hal penting untuk menjaga mereka tetap aman. Sebanyak 50% dari responden remaja ingin mendapatkan informasi yang memadai tentang risiko tantangan terlebih dulu.

Beberapa tantangan kadang memberikan informasi yang tidak benar atau hoax, dan ini bisa membahayakan nyawa mereka ataupun mempengaruhi mental mereka hingga memiliki tendensi bunuh diri. Sebanyak 31% responden yang terpapar hoax ini mengalami dampak negatif, di mana 63% dari mereka merasa hal tersebut berdampak pada kesehatan mental mereka.

Para orangtua dan wali, termasuk guru, yang ikut menjadi responden masih merasa kesulitan untuk membahas mengenai tantangan dan hoax berbahaya dengan anak remaja mereka. Dari hasil studi, sebanyak 42% responden mengatakan mereka tidak akan menyebut soal hoax kecuali anak remajanya menyinggung lebih dulu, dan 27% juga menunggu ketertarikan dari anak remajanya sebelum mulai membahas soal hoax.

Upaya TikTok Dalam Meningkatkan Keamanan Remaja

Hasil laporan studi oleh Dr. Hilton ini digunakan untuk meninjau kembali kebijakan keamanan di TikTok dan meningkatkan keamanan di platform. Untuk melindungi pengguna remaja dengan lebih baik, TikTok akan mulai menghapus peringatan tentang hoax yang membahayakan diri. Selanjutnya, TikTok akan tetap memperbolehkan adanya pembicaraan mengenai hal ini, karena dapat meredam kepanikan dan memberikan informasi yang akurat.

TikTok juga mengembangkan teknologi yang memberikan peringatan kepada tim keamanan jika tiba-tiba terjadi peningkatan konten yang melanggar panduan dan terhubung pada tagar tertentu. Kini, TikTok memperluas teknologi ini untuk menangkap perilaku yang berpotensi berbahaya. Contohnya, saat tagar #FoodChallenge biasa digunakan untuk berbagi resep masakan, jadi jika ada peningkatan konten di tagar tersebut yang melanggar panduan TikTok, tim moderasi akan diperingatkan untuk mencari penyebabnya dan lebih siap untuk mengambil langkah dalam menghadapi tren atau perilaku berbahaya tersebut.

TikTok juga bekerjasama dengan Dr. Graham, Dr. Brion-Meisels, dan Anne Collier (Pendiri dan Direktur Eksekutif The Net Safety Collaborative) untuk menambah sumber daya terbaru di Pusat Keamanan, khusus tentang tantangan online dan hoax. Sumber daya ini termasuk juga saran untuk para wali dalam membahas topik tersebut bersama anak remaja. TikTok juga mengembangkan bahasa yang digunakan di label peringatan dan mengingatkan pengguna untuk mengunjungi Pusat Keamanan sebagai acuan informasi lebih lanjut termasuk pencarian informasi tidak benar terkait bunuh diri dan melukai diri sendiri.

“Bagi TikTok, keselamatan pengguna adalah prioritas utama kami, terutama pengguna di usia remaja. Kami meluncurkan proyek global untuk memahami dengan lebih baik tentang keterlibatan remaja terhadap tantangan dan hoax berbahaya, serta mempelajari bagaimana kami bisa melakukan respon yang lebih efektif dalam usaha kami mendukung remaja, orangtua, dan pengajar,” kata narasumber dari TikTok.