GadgetSquad.ID – Selain ramai dengan kehadiran berbagai gadget baru, di awal tahun 2020 ini dinamika industri teknologi di Tanah Air dibuat “panas” dengan kontroversi seputar konten video berbasis streaming dari Netflix.
Yup, awal tahun ini Netflix memang membuat terobosan, setelah mereka mengumumkan kerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Budaya.
Kerjasama tersebut ternyata layaknya dua sisi mata uang. Di satu sisi, banyak yang mendukung langkah Mentri Nadiem Makarim karena banyak peluang mendapatkan hiburan yang berkualitas.
Akan tetapi di sisi bersebrangan, kebijakan tersebut seakan menepikan sikap pemerintah yang masih menekan Netflix untuk membuka kantor dan membayar pajak ke Indonesia.
Ya, jika ditelaah lebih dalam, soal pajak memang masih menjadi salah satu batu ganjalan, bagi kiprah Netflix di Tanah Air.
Tidak hanya soal pajak, konten-konten Netflix juga tidak luput dari berbagai kontroversi.
Yang paling kentara dari konten-konten Netflix adalah tampilannya yang jauh dari sensor. Misalnya adegan berdarah-darah yang diperlihatkan dengan jelas, dan kerap mempertontonkan adegan-adegan vulgar dan seksi mengarah ke pornografi.
Memang Netflix memiliki fitur parental control, namun tetap saja konten-konten tersebut bisa diakses dengan mudah oleh siapa saja.
Ini berbeda dengan apa yang ada di Youtube atau platform streaming lain. Mereka menyediakan tombol untuk melaporkan konten yang tidak pantas. Bahkan sekali dilaporkan ke Kominfo dan diramaikan oleh pemberitaan media, dalam hitungan jam, konten yang tak pantas itu langsung diturunkan dari Youtube. Tidak demikian dengan Netflix.
Dijelaskan Heru Sutadi selaku pengamat telekomunikasi, IT, dan ekonomi digital, jika mau beroperasi secara “resmi” di Indonesia, sudah pasti konten-konten yang disajikan oleh Netflix harus berjalan sesuai aturan yang ada di Indonesia. Minimal, disesuaikan dengan kultur negara ini.
“Hal ini juga berlaku untuk semuanya, bukan cuma Netflix. Konten di dalamnya itu harus ada pembatasan usia. Game saja sekarang diatur soal pembatasan usia,” ungkap Heru.
Seperti yang kita ketahui, untuk klasifikasi usia terhadap sebuah konten game seperti yang disebut Heru, memang ada beberapa kriteria yang gak cuma terbagi atas “Anak” dan “Dewasa” saja.
Peraturan Menteri Kominfo No. 11 Tahun 2016 tentang Klasifikasi Permainan Interaktif Elektronik berdasarkan kategori konten game, ada kebijakan yang diberi nama Indonesia Game Rating System (IGRS).
Di dalamnya, terbagi beberapa klasifikasi atau kelompok usia pengguna sesuai dari game yang dirilis di Indonesia, yakni:
kelompok usia pengguna 3 (tiga) tahun atau lebih;
kelompok usia pengguna 7 (tujuh) tahun atau lebih;
kelompok usia pengguna 13 (tiga belas) tahun atau lebih;
kelompok usia pengguna 18 (delapan belas) tahun atau lebih; dan
kelompok pengguna semua usia. *kelompok pengguna usia yang dimulai dari usia 7 (tujuh) tahun.
Jika mengacu dari apa yang dituturkan oleh Heru, tampaknya konten di Netflix bisa saja diberi saran agar dibikin seperti ini klasifikasinya.
Pertanyaannya mau kah Netflix mentaati semua aturan yang ada saat ini!!!